Foto/Sukriansyah S Latief   

nusakini.com - Pernahkah Anda merasa risih mendengar deringan telepon genggam di dalam pesawat terbang? Kalau tidak, kayaknya Anda perlu mengukur seberapa besar perhatian Anda pada keselamatan diri dan orang lain. Atau jangan-jangan malah Anda yang sering bertelepon atau ber-SMS ria di dalam pesawat?

Sukriansyah S Latief, seorang wartawan senior yang telah banyak melakukan perjalanan dalam tugas jurnalistiknya mengatakan dalam perjalanan dari Jakarta ke Paris melalui Singapura dan Dubai beberapa waktu lalu, hampir tak pernah mendengar deringan telepon genggam baik itu telepon masuk atau sms ketika pesawat Boeing Emirats take off maupun di saat landing.

"Hanya sekali saya melihat seorang penumpang menelepon di dalam pesawat di Jakarta saat menunggu terbang ke Singapura. Hal ini berbeda sekali saat pulang dari Dubai ke Jakarta dengan pesawat yang sama. Mulai dari bandara hingga di dalam pesawat, hampir di setiap sisi bahkan di seat tengah pesawat, penumpang menelepon atau sekadar sms", ujar Sukriansyah S Latief kepada nusakini.com.

Foto/Sukriansyah S Latief   

Dan sebagian besar dari mereka, lanjut Sukriansyah S Latief, adalah para tenaga kerja wanita (TKW) yang bekerja di daerah Emirat Arab. Sambil bercanda, mereka ber-sms-an, bahkan ada yang menelepon keluarganya di Indonesia dengan bahasa Jawa yang kental. Bagi kita di Indonesia, pemandangan seperti ini bukan hal yang jarang dijumpai.

"Dalam beberapa kali penerbangan saya ke Jakarta, Surabaya, dan Ambon, penggunaan telepon genggam di dalam pesawat sering sekali saya dapati. Bahkan dalam pesawat dari Pontianak ke Jakarta beberapa bulan lalu, seorang perempuan muda yang duduk di samping teman saya, tidak meng-off-kan telepon genggamnya hingga pesawat terbang. Dia tetap saja ber-sms setelah men-switch agar tidak berdering, ketika ditegur pramugari untuk tidak menelepon", ujar Sukriansyah S Latief.

Menurut Sukriansyah, temannya hanya bisa geleng-geleng kepala melihat perilaku perempuan muda tersebut. Seberapa berbahayakah penggunaan telepon genggam dan electronic portable lainnya di dalam pesawat di saat take off dan landing yang direkomendasikan Radio Technical Communication Aeronautics (RTCA) sejak 16 September 1988 itu?

Foto/Sukriansyah S Latief   

Sukriansyah S Latief kemudian mengisahkan sebuah cerita tentang seorang manager salah satu perusahaan industri di Jerman, di mana dia adalah supervisor khusus mesin turbin. Saat dia melaksanakan tugasnya, tiba-tiba mesin turbin berhenti bergerak. Setelah diselidiki ternyata ada salah satu petugas sedang menggunakan telepon genggam di dalam ruangan mesin turbin. Orang Jerman ini menjelaskan bahwa apabila frekuensi telepon genggam dengan mesin turbin ini kebetulan sama, maka sinergi ini akan berakibat terganggunya putaran turbin tersebut, malah lebih fatal lagi bisa membuat turbin berhenti berputar. Belum yakin?

"Informasi dari Aviation Safety Reporting System (ASRS). Menurut ASRS, telepon genggam mempunyai kontributor yang besar terhadap keselamatan penerbangan. Sudah banyak kasus kecelakaan pesawat terbang yang terjadi akibat oleh penggunaan telepon genggam. Sala satunya adalah pesawat Crossair dengan nomor penerbangan LX498 baru saja take-off dari Bandara Zurich, Swiss. Beberapa saat kemudian pesawat menukik jatuh. Sepuluh penumpangnya tewas", kata Sukriansyah. S Latief.

Sukriansyah S Latief menjelaskan penyelidik menemukan bukti adanya gangguan sinyal telepon genggam terhadap sistem kemudi pesawat. Sebuah pesawat Slovenia Air dalam penerbangan menuju Sarajevo melakukan pendaratan darurat karena sistem alarm di kokpit penerbang terus meraung-raung.

Foto/Sukriansyah S Latief  

"Ternyata, sebuah ponsel di dalam kopor dibagasi lupa dimatikan, dan menyebabkan gangguan terhadap sistem navigasi. Boeing 747 Qantas, tiba-tiba miring ke satu sisi dan mendaki lagi setinggi 700 kaki justru ketika sedang final approach untuk landing di bandara Heathrow, London. Penyebabnya adalah karena tiga penumpang belum mematikan komputer, CD player, dan electronic game (The Australian, 23-9-1998)" kata Sukriansyah S Latief.

Menurut Sukriansyah S latief sebuah kecelakaan yang cukup besar, berdasarkan laporan NASA, yakni jatuhnya pesawat Swissair di Nova Scotia, yang ditengarai disebabkan oleh interferensi elektromagnetis dari sistem multimedia. Catatan ASRS berikut memperlihatkan kepada kita beberapa bentuk ganguan-gangguan yang terjadi dalam pesawat: Arah terbang melenceng, indikator HSI (Horizontal Situation Indicator) terganggu, gangguan penyebab VOR (VHF Omnidirectional Receiver) tak terdengar, gangguan sistem navigasi, gangguan frekuensi komunikasi, gangguan indikator bahan bakar, gangguan sistem kemudi otomatis.

"Semua gangguan di atas diakibatkan oleh telepon genggam, sedangkan gangguan lainnya seperti gangguan arah kompas komputer diakibatkan oleh CD & game gangguan indikator CDI (Course Deviation Indicator) diakibatkan oleh gameboy Dengan melihat daftar gangguan di atas, kita bisa melihat bahwa bukan saja ketika pesawat sedang terbang, tetapi ketika pesawat sedang bergerak di landasan pun terjadi gangguan yang cukup besar akibat penggunaan telepon genggam", jelas Sukriansyah S Latief.

Sukriansyah S Latief menjelaskan kebisingan pada headset para penerbang dan terputus-putusnya suara mengakibatkan penerbang tak dapat menerima instruksi dari menara pengawas dengan baik. Untuk diketahui, telepon genggam tidak hanya mengirim dan menerima gelombang radio melainkan juga meradiasikan tenaga listrik untuk menjangkau BTS (Base Transceiver Station). Sebuah telepon genggam dapat menjangkau BTS yang berjarak 35 kilometer. Artinya, pada ketinggian 30.000 kaki, sebuah ponsel bisa menjangkau ratusan BTS yang berada di bawahnya.

Foto/Sukriansyah S Latief  

Meski begitu, sebahagian ahli tetap bersikeras bahwa peralatan elektronik yang dipasang pada pesawat terbang kesemuanya telah didesain dengan spesifikasi yang ketat. Semua terbukti keandalannya, termasuk untuk tidak mudah terinterferensi ataupun menginterferensi peralatan elektronik lain. Contohnyapada pengaturan frekuensi. ADF (Automatic Directional Finder) menggunakan frekuensi 190-1.750 KHz, VHF communication menggunakan frekuensi 275-399 MHz, GPS menggunakan frekuensi 1.575 MHz, sedangkan ILS (Instrument Landing System) menggunakan frekuensi 5.03-5.09 GHz", sambung Sukriansyah S Latief.

Demikian juga dengan lokasi peralatan tersebut telah diatur sedemikian rupa agar tidak terjadi interferensi. Namun dari pihak yang mendukung mengatakan bahwa berbagai macam dan jenis dari peralatan elektronik portable yang ada sulit untuk dipantau frekuensi utamanya, apalagi harmonisasinya.

Foto/Sukriansyah S Latief  

"Hal inilah yang menjadi perhatian dari para ahli keselamatan penerbangan. Sebab kendati kekuatan signal yang dikeluarkan sebagai harmonisasinya ini kecil, bentuk dan bahan struktur pesawat yang biasanya berongga dan terbuat dari almunium dapat berfungsi sebagai resonator dan memperbesar kekuatan signal ini", jelas Sukriansyah S Latief.  

Lantas manakah yang kita pilih? Ingin selamat dan dengan tenang sampai tujuan atau ingin berspekulasi tetap menelepon atau sms dengan risiko kematian bersama?

Menurut Sukriansyah S Latief bila di dalam pesawat telah terpampang jelas larangan menggunakan telepon genggam dan pramugari telah mengumumkan sebelum pesawat take off, maka mengapa kita masih mau melanggar aturan dan juga sekaligus etika itu.

"Apakah kita tidak malu dianggap sebagai orang yang tidak peduli pada keselamatan orang lain? Apakah kita tidak risih dipelototi orang lain? Mari kita renungkan sejenak" pungkas Sukriansyah S Latief. (p/ma)